Kélor syndrome, atau gejala menafsirkan (dan menggantikan) sesuatu kedalam perspektif yang sempit dan absolut seperti yang saya tulis disini, saya pikir ada hubungannya dengan Proximity, atau jarak. Semakin rutin, semakin dekat, semakin terlibat – semakin “tenggelam” kita dengan sesuatu, semakin besar kemungkinan kita menganggap sesuatu tersebut sebagai kebenaran yang absolut.

Witing tresno jalaran soko kulino“. Cinta tumbuh karena sering ketemu/ biasa bersama. Bahasa jawa punya istilah yang bagus tentang fenomena perseptif ini.

Tentu saja, kalau itu memang yang kita cari – kebenaran perseptif yang absolut – yang kita harus lakukan ya begitu saja. “Tempel” terus. Perketat rutinitas di setiap hari, setiap menit, setiap detiknya untuk mengulang-ulang prilaku dan cara pandang yang sama. Lupakan semua yang lain karena pada dasarnya anda akan melupakannya bahkan tanpa anda sadari.

Tapi kalau anda sudah punya istri dan khawatir untuk jatuh cinta lagi :), atau dengan kata lain anda ingin lebih objektif, atau setidaknya berusaha tetap seimbang dan proporsional dalam mengelola berbagai acuan kebenaran anda, yang anda perlu lakukan untuk menghindari kélor syndrom adalah melebarkan Proximity. Memperbesar jarak. Mungkin untuk sementara waktu.

Menekuninya dengan cara (dan cara pandang) yang berbeda, atau lebih jauh lagi: tinggalkan saja. Seperti No TV day, Buy Nothing Day, No Design Day, atau lainnya.

Proses kreatif punya fase khusus mengenai ini: Inkubasi.

Bahasa sehari-hari kita punya istilah yang lebih sederhana: Liburan.